as

as

Minggu, 04 Maret 2012

~ALKISAH~


                Assalamu’alaykum…
                Bismillah,
                Ada sebuah kisah yang sangat menarik nee… enggak tahu siapa yang meriwayatkan, enggak tahu darimana asalnya, entah bagaimana berawal, yang pasti ada akhirnya. haha... . Kisah ini meninggalkan hikmah yang mendalam bagi saya, dan semoga pembaca bisa mendapatkannya. Amen Ya Alloh… 
                Kayak gini nih critanya…
                Disebuah desa nun jauh di…….. sini (he…) ada seorang pemuda yang alim dan taat beribadah. Selain itu dia juga ramah, pinter, guanteng lagi. Kulitnya kuning langsat, rambutnya hitam lurus, hidungnya bangir, dan ekornya panjang. (eh, yang terakhir enggak ding,). Dia lulusan terbaik di Sekolah Menengah Atas Negeri Towangsari atau disingkat SMANTO. (hmm.. asal bukan sumanto…)
                Setelah lulus dia melanjutkan kuliah ke salah satu universitas favorit di Jogja. Yaitu di USM (Universitas Suka Maju). Letaknya di…………., em…….. dari jln solo lurus ke barat, sampai tugu jogja lurus aja ke barat, jln diponegoro, jln godean terus ke barat, pokoknya luruuuuussssssss aja terus sampai tidak ketemu. Wkkkk….
                Orangtuanya tergolong kurang mampu. Dia bisa melanjutkan ke USM karena mendapat beasiswa dari sekolahnya. Dia juga selalu mendapatkan beasiswa. Di fakultasnya dia juga selalu jadi yang terbaik. Setiap ujian selalu mendapatkan nilai A. tidak pernah mendapat nilai C, D, E, apa lagi Z. Selain pinter dia juga ramah, sopan, suka menyapa, murah senyum (kecuali kalau lagi sendiri..), sehingga banyak teman. Parasnya yang tampan juga membuat para gadis ingin sekali menjadi kekasihnya. Akantetapi, dia tahu bahwa dipandang dari sudut manapun pacaran sebelum manikah itu haram hukumnya, apapun alasannya tetap haram. “Pacaran sebelum menikah nggak ada manfaatnya babar blas kecuali aliran-aliran dosa menuju kepada sengsara”, prinsipnya. Menurutnya pula , punya pacar hanya akan merepotkan saja. Waktu dan pikiran akan hilang minimal 40%. Belum lagi pakai pura-pura, enggombal, kadang ada bo’ongnya juga. Akumulasi dosa yang akan menutup rahmatNya dan akan memberatkan dihari kemudian. Bersahabat jauh lebih aman.
                                                                                ***

                Pada suatu pagi yang cukup terang.… angin bertiup lembut mengelus dedaunan nan rindang…. mentari bersinar sedikit garang…. langit luas begitu lapang…. berhiaskan bintang gemintang…. (e…  jan, ngawur, siang kok ya ada bintang). Terdengar suara burung-burung berkicau, “cit cit cuit.. cit cit cuit..”. Terdengar suara ayam berkokok, “kuk kuruyuk… kok…”. Terdengar pula suara kambing, “guk, gug guk…” (weh, semakin ngawur aja ni yang nulis. Dimana-mana suara kambing itu “hemmmooooh…” gitu). Ya terserah, saya juga nggak tahu kalau suara kambing sudah diganti seperti itu. Waktu saya kecil dulu suaranya “guk, guk guk..” gitu.
Saya lanjutkan ya..
Hari yang begitu cerah dan menjanjikan, namun tak terlihat di wajahnya. Pemuda itu tampak mendung, rautnya kelihatan sedih dan tak nyaman. Apakah gerangan yang membuat sedih? (malah Tanya, yang cerita itu siapa??). Saat mengenakan sepatunya, dia melihat ada yang robek kecil di bagian pinggir sepatunya. Ternyata itu yang membuat ia tidak nyaman di kampus. Karenanya, ia sering tidak berkonsentrasi. Selalu kepikiran sepatu kesayangannya sejak SMA itu. Pulang sekolah dia langsung ngomong sama emaknya, saat itu bapaknya sedang tidak berada di rumah.
                “Mak… begini…, sepatuku ini sudah rusak, sobek pinggirnya dan sudah tidak nyaman lagi dikenakan. Lagi pula itu kan sepatu yang kukenakan sejak SMA dulu…., besuk dibelikan yang baru ya Mak ya…!!”
                “Ya nanti tak bilang sama bapakmu dulu ya Cok…” Kata emaknya sambil melihat sepatunya. (si Ucok to namanya). “Karena emak juga tidak punya cukup uang untuk beli sepatu yang baru”. Lanjutnya.
                Mendengar jawawban emaknya, Ucok terus tambah rajin membantu emaknya di rumah.
                                                                                ***

                Esok harinya, pulang sekolah dia nagih sama emaknya.
                “Bagaimana mak, bapak jadi membellikan sepatu baru untukku??”
                Emaknya tampak bingung dan salah tingkah. Lalu berkata,
“Bapakmu…. Tapi bapakmu juga belum ada uang Nak…, untuk ongkos kamu dan kebutuhan sehari-hari saja paspasan…., bagaimana kalau sementara sepatunya emak jahit dulu… kan Cuma sobek sedikit, ntar juga tidak kelihatan kalau rusak, dan bisa dipakai dengan nyaman lagi.nanti kalau sudah dapat rejeki emak belikan yang baru.”
Mendengarnya, Ucok diam dan langsung ke kamarnya. Dia Nampak murung sedih.Semangatnya yang semula berada di F kini mulai mendekati E. (premium kali ya). Sejak saat itu sikapnya berubah. Kesedihan dan wajah murungnya itu dibawanya sampai bangku kuliah. Setiap disapa teman-temannya dia hanya diam. Bahkan saat dosen yang giginya gondrong yang paling ramah itu menyapanya, dia hanya memonyongkan bibir sepanjang dua meter. (heh, jadi kaya penguin dong?). Dia sering tidak berkonsentrasi saat kuliah. Tugas-tugasnya selalu tidak terselesaikan dengan baik. Bahkan ujiannya pun sering mendapat nilai C. Kondisi ini sampai berlarut-larut hingga beberapa minggu.
                                                                                  ***

Suatu hari, saat pulang dari kuliah sesekali dia melewati beberapa toko sepatu. Dia hanya bisa menatap sedih. Sampai di rumah hanya bisa membayangkan apa yang dilihatnya tadi. Sampai saat dia melihat sepatu yang dia sangat tertarik dengannya. Lantas dia mendekat perlahan ke toko itu. Dengan wajah yang memelas dia terus memandangi sepasang sepatu itu sambil berangan-angan ingin memakainya. Tiba-tiba dia mendengar suara orang tertawa kebahagiaan. Lamunannya buyar. Ucok bingung. Dipandangnya ke sekeliling sambil bertanya dalam hatinya. “Siapa yang tertawa tampak bahagia? Apa dia menertawakan kesedihanku?”
                Dia terkejut ketika mendengar suara “Silakan dipilih Mas…?” Suara datar lembut tersirat keramahan pemiliknya. Dia sadar bahw ternyata suara itu berasal dari dalam toko sepatu di depannya. Lantas dia mendekat dan didapatinya dalam toko sepatu itu orang yang tidak punya kaki. Orang yang tidak punya kaki. Sekali lagi, orang yang tidak punya kaki. Seketika itu dia langsung lari pulang. Sampai dirumah dia mencim kedua pip emaknya. Setelah itu duduk sejenak memikirkan orang yang dilihatnya di dalam toko sepatu tadi. Sementara emaknya bingung bukan kepalang, bertanya dalam hati sambil geleng-geleng kepala, tapi bukan dugem. Sebentar kemudian Ucok keluar kamar. Melihat emaknya dia melemparkan senyum lebar kemudian mengambil wudhu untuk sholat dikamarnya. Didalam sholat dia menangis bersyukur pada Zat Yang Memberikannya kesempurnaan. Dia menyesali apa yang telah terjadi pada dirinya selama ini.
                Sehabis sholat dia raih sepatu kesayangannya itu. Dipandanginya dengan khusyuk, dielus dengan penuh kasih saying, dan diciumnya sepatu kesayangannya itu dengan penuh cinta. Saat mencium sepatunya sambil memejamkan mata, Emaknya perlahan masuk kamar Ucok. KOntan matanya terbelalak, menelan ludah dan hanya bisa bergeleng-geleng dengan berjuta keheranan melihat kelakuan aneh anaknya. Seketika itu dia langsung pergi ke ruang tamu masih dalam selimut keheranan. Untuk memastikan bahwa dirinya tidak sedang dalam keadaan bermimpi, dia tendangnya keras-keras kaki meja sekeras tendangan Cristiano Ronaldo saat mengambil tendangan bebas untuk Real Madrid.
“wadooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooohhhhhhhhhhhhhhhhhhh……………..hhhuuuhhhh………?????”
Mendengar teriakan Emaknya, dengan cepat Ucok menghampirinya dengan terengah dan kepanikan raut muka. Saat itu juga Bapaknya pulang dengan membawakan sepatu baru buat Ucok.

                                                   oooo000O--TAMAT--O000oooo
                                                                          

Hikmah : Selalu saja ada nikmat yang tidak ada pada kita, dan selalu ada saja kekurangan yang kita miliki. Merupakan kebahagiaan luar biasa manakala kita lebih mensyukuri apa yang kita miliki dan enggan mencaci apa yang tidak ada pada kita. Hidup ini adalah rentetan syukur yang tak berkesudahan, bukan keluh kesah dan kufur nikmat yang tak habis dikenang. Apa yang ada di tangan adalah lebih berarti daripada apa yang ada di pandangan. Rasa syukur terhadap apa yang dimiliki akan mendatangkan berkah dan tambahan nikmat dari Sang Pemberi Nikmat. Sedangkan apa saja kekurangan dalam diri akan menjadi pemicu semangat untuk meraih kebahagiaan hakiki.
keep spirit... keep faith... keep smile... :)
             Barokallohufikum…
Assalamu’alaykum…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar